Mangrove sebagai penyerap karbon alami: Harapan baru untuk mengurangi emisi


Pengarang: dr. Sodikin, S.Pd, M.Si, MPWK
Dosen MA Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Terbuka
Ketua Pengurus Yayasan Lingkungan Muara

JurnalPost.com – Perubahan iklim global merupakan fenomena peningkatan suhu rata-rata bumi yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama peningkatan emisi gas rumah kaca, antara lain karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan dinitrogen oksida (N₂O). Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam merupakan kontributor utama efek rumah kaca, yang memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan suhu bumi meningkat. Dampak perubahan tersebut dirasakan pada berbagai aspek kehidupan, antara lain ekosistem, perekonomian, kesehatan, dan keamanan global. Di tengah ancaman krisis iklim yang semakin nyata, berbagai solusi mitigasi untuk mengurangi emisi karbon global terus dikembangkan. Salah satu solusi alami yang mulai mendapat perhatian adalah ekosistem mangrove. Sebagai penyerap karbon alami, mangrove memiliki potensi besar dalam menyerap emisi karbon dengan efisiensi yang lebih besar dibandingkan ekosistem lainnya, termasuk hutan tropis. Mangrove tidak hanya melindungi garis pantai dari erosi, tetapi juga memberikan harapan baru dalam mengatasi dampak perubahan iklim berkat kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida (CO₂) dalam jumlah besar.

Mangrove: Penyerap karbon yang tak tertandingi

Salah satu keunggulan ekosistem mangrove adalah kemampuannya dalam menyerap karbon dengan efisiensi yang sangat tinggi. Mangrove menyimpan karbon di atas tanah melalui biomassa dalam bentuk batang, daun dan akar, serta di bawah permukaan dalam bentuk sedimen. Menurut penelitian, hutan bakau mampu menyimpan karbon hingga empat kali lebih banyak per hektar dibandingkan hutan hujan tropis di darat. Kemampuan tersebut menjadikan mangrove sebagai salah satu ekosistem terpenting dalam hal penyerapan karbon atau sering disebut dengan “karbon biru” karena perannya dalam menyeimbangkan ekosistem laut dan pesisir.

Karbon yang diserap mangrove sebagian besar tersimpan dalam sedimen yang stabil selama ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga menjadi “karbon terkunci” yang tidak mudah terurai. Hal ini berbeda dengan ekosistem lain yang karbonnya mudah dilepaskan kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, konservasi mangrove dapat membantu mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer, sehingga berperan penting dalam mengurangi laju perubahan iklim.

Mengapa melindungi hutan bakau itu penting?

Dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi luar biasa untuk berkontribusi dalam mitigasi iklim global. Sayangnya, sekitar 40% dari total kawasan mangrove dunia telah rusak, sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia seperti konversi lahan menjadi kolam, pertanian, dan pembangunan infrastruktur pesisir. Jika laju deforestasi mangrove tidak segera dihentikan, maka manfaat ekologis dalam penyerapan karbon akan hilang. Faktanya, karbon yang tersimpan selama ratusan tahun di sedimen dapat dilepaskan kembali ke atmosfer, sehingga berpotensi memperburuk kondisi iklim global.

Melestarikan hutan bakau juga berarti melindungi banyak spesies yang bergantung pada ekosistem ini, termasuk ikan, burung, dan reptil. Ekosistem mangrove yang sehat mendukung keanekaragaman hayati yang kaya, yang pada akhirnya mendukung ketahanan pangan bagi masyarakat pesisir. Dengan demikian, pelestarian mangrove tidak hanya relevan dalam rangka penyerapan karbon, namun juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Potensi pengembangan ekonomi dan konservasi mangrove

Selain berperan dalam mitigasi perubahan iklim, mangrove juga membuka peluang ekonomi baru. Misalnya, ekowisata mangrove dapat menjadi sumber pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat lokal tanpa merusak ekosistem. Program restorasi mangrove yang melibatkan masyarakat lokal telah terbukti meningkatkan perekonomian di banyak wilayah pesisir Indonesia. Selain itu, mangrove non kayu dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi makanan dan minuman, serta obat-obatan. Hal ini tentunya diharapkan dapat menciptakan sinergi antara perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial ekonomi, yang pada akhirnya memperkuat ketahanan masyarakat pesisir terhadap ancaman perubahan iklim.

Di sisi lain, perlindungan mangrove juga memerlukan dukungan politik yang kuat. Pemerintah daerah dan pusat harus memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan kawasan mangrove melalui peraturan yang jelas dan penegakan hukum yang tegas terhadap perusakan hutan mangrove. Upaya ini dapat dicapai dengan memberikan insentif bagi masyarakat yang aktif dalam program restorasi mangrove dan memastikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Peran kita dalam melindungi mangrove

Melindungi mangrove tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau komunitas lingkungan saja, namun masyarakat luas juga dapat berkontribusi. Salah satu cara yang efektif adalah dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove melalui edukasi dan kampanye publik tentang fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Mengurangi konsumsi produk-produk yang berpotensi merusak mangrove, seperti makanan laut yang dihasilkan dari tambak yang menggantikan mangrove, merupakan langkah kecil yang dapat berdampak besar.

Ada juga kebutuhan untuk mendorong keterlibatan organisasi swasta dan investor dalam mempromosikan program penggantian kerugian karbon melalui restorasi mangrove. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak perusahaan yang berinvestasi pada proyek karbon biru sebagai bagian dari strategi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Melalui kontribusi dana dan teknologi, sektor swasta dapat berperan penting dalam mempercepat upaya perlindungan dan restorasi mangrove di Indonesia.

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *